PWkab.com – Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Purwakarta mengklaim bahwa telah melibatkan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) di tingkat desa secara langsung dalam program perbaikan rumah tidak layak huni (rutilahu).
Pernyataan tersebut menyusul usai menanggapi kekhawatiran terkait peran LPM yang hanya sebatas administrasi.
Kepala Bidang Perkim Purwakarta Opi Sofyan Nugraha mengungkap pihaknya melakukan kontrak langsung dengan LPM desa sebagai pelaksana program rutilahu.
“Kami berkontrak langsung dengan LPM desa sebagai pelaksana. Semua hal, mulai dari kebutuhan bahan, upah, hingga seluruh proses pelaksanaan, ditangani oleh teman-teman di LPM desa,” ujar Opi Sopyan kepada wartawan, Kamis (31/07/2025).
Untuk memastikan program berjalan sesuai rencana, tim dari Pemkab Purwakarta menempatkan fasilitator lapangan yang bertugas memonitor dan mengecek kemajuan pekerjaan.
Mereka juga memastikan kesesuaian antara pekerjaan di lapangan dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah disepakati.
Diberitakan sebelumnya, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kabupaten Purwakarta menyuarakan kekhawatirannya terkait minimnya keterlibatan dan sosialisasi dalam program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) yang dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp12 miliar.
Dana tersebut diperuntukkan bagi 278 unit rumah, dengan alokasi bantuan Rp 40 juta per unit.
Sekretaris LPM Kabupaten Purwakarta, Tubagus Rizky Putra, mempertanyakan peran konkret LPM dalam kegiatan tersebut.
“Dari pihak dinas terkait tidak ada sosialisasi sama sekali terhadap LPM,” ujar Tebe kerap Isa disapa, Rabu (30/07/2025).
Menurutnya, kekhawatiran utama LPM adalah potensi lembaga mereka hanya dijadikan alat administratif, bukan subjek yang diberdayakan.
“Kami menghawatirkan lembaga kita menjadi lembaga yang diperdaya, bukan yang diberdayakan. Dan ketika ada permasalahan, LPM di tingkat desa lah yang nantinya harus bertanggung jawab,” tambahnya.
Tebe menekankan pentingnya keterlibatan mereka tidak hanya dalam urusan administrasi, tetapi juga dalam aspek teknis pengerjaan di lapangan.
Hal ini sejalan dengan peran LPM sebagai wadah pendorong partisipasi masyarakat, peningkatan kualitas hidup, serta penanganan masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan di tingkat desa atau kelurahan.
Selain itu, LPM juga mempertanyakan detail sebaran 278 unit rumah yang akan menerima bantuan, serta kejelasan mengenai pihak yang akan melaksanakan pengerjaan di lapangan, apakah sepenuhnya oleh LPM atau melibatkan pihak lain.
“Jangan sampai LPM hanya mengerjakan terkait administrasi saja, tapi libatkan juga dalam hal teknis pengerjaan,” tegasnya.
Tebe berharap dengan keterlibatan aktif mereka dalam program Rutilahu, efektivitas dan keberlanjutan program dapat meningkat.
Hal ini juga untuk memastikan bahwa bantuan tersalurkan tepat sasaran kepada mereka yang benar-benar membutuhkan dan dimanfaatkan secara optimal.***